Darah Perawanku Mengalir Keluar Untuk Bang Ali

Novel Cerita Dewasa – Sejak berpacaran dengan Lina, mahasiswi Fakultas Hukum Universitas terkemuka di Bandung.

ppk28

Bang Ali mulai bergaul dengan teman-teman Lina yang berbeda dua angkatan dengannya

Aktifitas Lina membawanya sering berkumpul dengan anak-anak Hukum yang seperti teman-teman baru bagi Bang Ali.

Kenyataan ia satu-satunya anak Ekonomi saat berkumpul dengan teman-teman Lina membuatnya mudah dikenali.

Dari sering berkumpul ini pula ia mulai kenal satu persatu anak Hukum.

Sikapnya yang mudah bergaul membuat ia juga diterima dengan tangan terbuka oleh komunitas anak-anak Hukum.

Sebagai anak Ekonomi dan punya pengalaman organisasi lebih banyak dibBang Aling teman-teman Lina, membuatnya sering memberikan wawasan baru bagi anak-anak Hukum angkatan Lina.

Di sini juga ia menjadi kenal Lira, yang sama seperti teman Lina yang lain, sekedar kenal dengannya.

Lira sering ikut datang karena statusnya sebagai pacar Boy, salah satu pentolan angkatan Lina.

Tidak ada perhatian khusus Bang Ali kepada Lira, kecuali tentu saja, sebagai laki-laki normal, dadanya yang super.

Meski bersikap biasa kepada Lira dan cenderung bersikap sama terhadap teman Lina yang lain, kelebihan pada tubuh Lira kerap membuatnya tak kuasa melirik lebih dalam, terutama saat Lira memakai baju yang memamerkan lekuk tubuhnya secara sempurna, apalagi kulit Lira putih bersih dan mulus.

Perkenalan lebih terjadi saat Lina meminta Bang Ali mengantarnya ke kost Lira karena perlu meminjam bahan kuliah.

Saat itu pun Bang Ali masih belum sadar Lira itu siapa, dan baru paham setelah disebutkan pacar Boy.

Meminjam buku menjadi waktu bertamu yang lebih lama setelah Bang Ali dan Lira ternyata punya selera musik yang sama.

Obrolan itu masih dalam batas koridor pertemanan, hanya bedanya setelah itu, Bang Ali jadi lebih ingat siapa Lira, paling tidak namanya.

Lira sendiri sebetulnya bukan teman akrab Lina. Bisa dikatakan beda gank, tapi hubungan mereka baik.

Aktifitas mengantar Lina ke kampus pun kini menjadi lebih menyenangkan bagi Bang Ali karena ia sering bertemu Lira.

Namun, sekali lagi ini sebatas karena mereka punya selera musik yang sama.

Paling tidak, saat menunggu Lina berurusan dengan orang lain, terutama di lingkungan organisasi mahasiswa kampus Bang Ali punya teman ngobrol baru yang nyambung diajak ngobrol.

Lina pun merasa beruntung Bang Ali mengenal Lira karena ia jadi lebih santai mengerjakan sesuatu di kampus terutama jika ia minta Bang Ali menunggunya.

Sampai tiba masa-masa sibuk di organisasi mahasiwa Hukum yaitu pemilihan ketua Badan Eksekutif Mahasiswa.

Rapat-rapat sering digelar untuk merumuskan strategi kampanye.

Kasihan kepada Bang Ali, pada suatu hari Lina tidak minta ditunggu lagi oleh pacarnya itu, tapi ia minta dijemput lagi pukul empat sore, dua jam setelah rapat dimulai.

Bang Ali pun memutuskan untuk menunggu di kost-an salah satu teman yang kost di dekat kampus.

Sayang, saat tiba di kost-kostan tersebut temannya sedang keluar.

Tak habis akal ia menuju kost-an temannya yang lain.

Namun, jalan ke kost-an temannya itu melewati kost-an Lira.

Dari jalan, yang hanya berjarak sekitar 15 meter dari deretan kamar kost tersebut.

Ia melihat Lira keluar dari kamarnya hendak menjemur handuk.

Bang Ali melambatkan motornya dan berharap Lira melihat. Dan, harapannya terkabul.

Ia akhirnya memutuskan main di kost Lira sembari menunggu Lina selesai rapat.

“Lina lagi rapat ya?”

Lira membuka pembicaraan sambil sibuk menata rambutnya yang basah.

Ia mempersilakan Bang Ali duduk di atas karpet karena di kamarnya memang tidak ada kursi.

Semua perabot terletak di bawah termasuk sebidang meja kecil tempat Lira belajar.

“Iya. Loe kok ngga ikut Lir?”

“Males. Gue tau pasti lama. Lagian sekarang kan yang rapat pentolan aja.”

“Boy di sana juga?”

“Iyalah, dia kan proyeknya. Masa’ dia ngga dateng. Ini juga gue lagi nungguin dia. Janjian ntar gue jemput jam enam, mau nonton.”

Bang Ali baru sadar kalau ini adalah malam Minggu dan ia belum punya rencana.

Dari tadi pandangannya tidak lepas dari rambut ikal sebahu Lira yang basah habis mBang Ali.

Ia hanya bisa menelan ludah melihat Lira yang seksi sekali dalam kondisi seperti itu.

Aroma yang cukup familiar baginya merebak dari rambut Lira yang masih basah.

“Shampo loe shampo bayi ya, Deedee kan, rasa strawbery?”

“Hahaha, kecium ya, kok tau sih?

“Yah, elo Lir, gue kan juga pake Deedee. Cemen yah?”

“Buset, orang kayak loe shamponya Deedee? Lina yang mau apa emang elo yang suka?”

“Gue udah pake shampo itu sejak SMA,”

“Hihihi…, geli gue, lucu aja, liat loe shamponya Deedee,” ledek Lira sambil tertawa geli.

Keduanya terdiam sesaat. Sampai tawa Lira berderai lagi.

“Kok sama lagi sih. Kita emang udah jodoh ketemu kali nih. Jodoh jadi temen gitu maksud gue.”

Lira berusaha meluruskan kalimatnya karena sadar perkataannya bisa diartikan berbeda.

Keduanya memang saling nyambung awalnya karena punya selera musik yang sama.

“Mungkin kali ya…., loe bocor sih,” sahut Bang Ali terkekeh.

Obrolan pun terus berlanjut mengalir seperti sungai Lira yang cerewet selalu punya bahan pembicaraan menarik demikian pula dengan Bang Ali.
Uniknya obrolan tersebut selalu nyambung Di tengah ngobrol Bang Ali sekali-sekali melirik dua tonjolan di dada Lira yang luar biasa ranum.

Soal cewe, selera Bang Ali memang yang memiliki dada besar.

Ia sudah bersyukur punya Lina yang berdada lumayan berisi, namun melihat Lira, rasanya rugi kalau diabaikan, membuat darahnya berdesir kencang.

Saat melihat dari jalan tadi, Bang Ali menemukan Lira hanya memakai kimono mBang Ali dan sedang menjemur handuk.

Ia sempat diminta menunggu cukup lama oleh Lira karena harus berpakaian dulu.

Harapannya, Lira keluar dengan pakaian lebih tertutup, tapi yang didapati adalah Lira hanya memakai tank top putih yang memamerkan ceplakan branya dengan jelas hingga renda-renda di dalamnya berikut celana pendek yang membuat 3/4 pahanya terbuka.

“Eh, Lir, gue mo nanya nih….”

“Apaan?”

“Tapi jawab jujur ya….”

“Apaan dulu??

“Ya ini gue mo nanya?.”

“Oke, jujur….”

“Anak-anak Hukum sebetulnya risih ngga sih gue sering ngumpul bareng mereka.”

“Angkatan gue??

“Iya.”

“Jujur kan?…Ngga, yakin gue. Eh, tapi maksudnya ngumpul karena loe nemenin Lina kan?”

“Iya.”

“Ya ngga sama sekali. Yang suka sama loe banyak kok.”

“Bener loe? Kalo cowo-cowonya gimana?”

“Ngga juga. Kenapa sih? Ya kalo ada paling yang dulu naksir Lina tapi keserobot elo?hahahaha….”

“Sialan loe?, serius nih gue.”

“Gue juga serius. Bener kok, percaya deh sama gue.”

“Mereka, terutama yang cewe, malah yang gue tau pada keki sama Lina.”

“Keki kenapa? emang salah gue apa?”

“Maksudnya keki soalnya Lina dapet cowo kayak elo.”

“Emang gue kenapa?”

“Ya?loe kan sabar banget tuh mau nungguin Lina, terus gabung sama kita-kita, maen bareng?”

“Gitu ya…?”

“Iya pak Bang Ali. Nih ya, gue kasih bBang Alingan cowo gue yang dulu, itu sama sekali ngga mau gabung.

Sebates nganterin gue aja. Sombong banget, kayak ngeliat apaan gitu kalo kita ngumpul.

Ngga tau, pembawaan anak teknik kali ya, berasa pintar sedunia.”

Lira nyerocos tapi dari sorot matanya terlihat ia sangat serius.

“Dulu gue tuh sering nahan hati soalnya cowo gue itu diomongin terus sama temen-temen gue. Sombong lah, belagu lah. Ya mereka sih ngomongnya baik-baik, minta gue ajak dia bergabung. Tapi cowo gue ngga mau gimana. Jadi serba salah kan?”

“Anak teknik? Dani maksud loe?”

“Betul pak! Dani. Mungkin juga karena ketuaan kali ya? Tapi ngga tau ah! Nah, ketika loe masuk dan mau mencoba berbaur. Temen-temen gue, ngga cewe ngga cowo, jelas seneng. Apalagi loe bisa nyambung. Yang cowo respek sama loe, yang cewe,….hihihi, demen.”

Lira sengaja hanya sampai kata itu. Sebetulnya ia ingin bilang ke Bang Ali bahwa anak-anak, cewe-cewe tentunya, banyak yang naksir Bang Ali.

“Demen apaan?” Bang Ali berusaha memaksa Lira memperjelas omongannya sambil tergelak.

“Ya demen…ih, loe GR ya?” kata Lira sambil menunjuk Bang Ali.

“GR apaan? kan gue cuman minta diperjelas,”

“Nih ya, ada satu temen gue yang bilang berharap banget loe putus sama Lina. Katanya, gue mau deh, biar bekas temen juga…tuh…”

“Yang bener loe? Siapa?”

“Ngga usah gue kasih tau. Kalo perasaan loe peka, loe pasti tau deh! Eh, bener tuh, dalem hati loe pasti seneng juga kan disenengin cewe-cewe….hahaha.”

“Sialan loe!” balas Bang Ali sambil terkekeh.

Tanpa sadar, Bang Ali mendorong paha kiri Lina. Sejak perkenalan pertama mereka saat ngumpul bersama teman-teman yang lain sepuluhan bulan yang lalu.

Baru kali ini mereka benar-benar saling bersentuhan secara fisik.

Meski sebuah sentuhan tanpa maksud apa-apa, tak kurang Lira tertegun sejenak Syaraf sensorik di pahanya seperti mengalirkan sesuatu yang menbuatnya berdesir.

Hampir tidak ada yang tahu, bagian yang didorong dan disentuh Bang Ali justru bagian paling sensitif pada Lira, bagian yang mampu mengalirkan perasaan erotik dalam diri cewe berumur 20 tahun itu.

Lira berusaha tidak memandang mata Bang Ali, tapi ia tak kuasa menahannya.

Rangkaian kejadian yang hanya berlangsung sekitar satu detik itu seperti membuat tubuhnya mengalirkan darah demikian cepat.

“Eh, Lir, sorry ya kalo terlalu keras. Ngga sakit kan?”

Kali ini Lira malah berharap Bang Ali kembali menyentuhnya.

Desiran akibat sentuhan tak sengaja tadi benar-benar membuatnya merasakan sensasi yang selama ini belum pernah ia rasakan.

Tapi, ia berusaha mengendalikan diri. Pahanya yang merinding tersentuh tangan Bang Ali berusaha ia tutupi.

“Ngga kok Ndi, ngga papa, cuma kaget.”

“Aduh, gue jadi ngga enak. Bukan maksud gue mau lancang ke loe kok, Lir reflek aja.”

“Iya gue tau,” Lira berusaha menahan agar mulutnya tidak mengatakan bahwa bagian yang Bang Ali sentuh adalah daerah paling sensitif dari tubuhnya.

Bang Ali benar-benar jadi tidak enak dan salah tingkah.

Lira bukan tidak menyadari hal tersebut Ia kini paham, Bang Ali memang bukan tipe cowo yang suka merayu perempuan, bukan cowo yang suka pegang-pegang perempuan sembarangan.

Memang tidak salah teman-teman di kampusnya banyak yang suka pada Bang Ali.

Sikapnya gentleman banget, sama sekali tidak terlihat dibuat-buat.

Dan, kenyataannya Bang Ali memang benar-benar menyesal telah berlaku kasar, menurut ukurannya, kepada seorang perempuan.

Ia adalah laki-laki yang paling tidak bisa berbuat kasar pada perempuan.

“Gue juga termasuk yang dongkol sama Lina, kenapa gue justru nyambung sama cowo-nya…hahaha,” Lira berusaha mencairkan suasana dengan melontarkan joke yang sejujurnya ngga lucu.

Bang Ali pun tertawa meski masih agak dipaksa.

Ia benar-benar merasa bersalah karena tanpa terkontrol menyentuh paha Lira terlalu dalam.

Maksudnya hanya pengakuan ‘kekalahan’ karena didesak soal banyak perempuan yang menyenanginya.

Sejujurnya ia juga suka Lira karena ia anggap perempuan yang suka bicara tanpa basa basi, apalagi dengan orang yang ia rasa bisa membuatnya nyaman.

Sikapnya itu membuat Bang Ali merasa lebih dekat dengannya, meski dengan dasar suka sebagai teman.

Dari sisi laki-laki, Bang Ali juga terkesiap dengan sentuhannya itu. Ia jadi menyadari Lira memiliki tubuh yang kencang dengan kulit yang halus.

Benar-benar membuat kelaki-lakiannya bangkit. Ingin rasanya berbuat lebih dari itu.

Tapi ia tidak tahu harus bagaimana. Ia juga sadar, situasi seperti ini sudah cukup sebagai tanda bahaya bagi dua insan berlainan jenis yang berada dalam satu ruangan.

Hanya ia juga tak kuasa dan tak mengerti bagaimana menghentikannya.

Langsung pergi, jelas akan membuat Lira marah, ia bisa menangkap bahwa Lira tidak menginginkan itu.

Masih diliputi perasaan tak menentu dan membuatnya tertegun seperti patung, Bang Ali terkejut ketika Lira sudah menjulurkan tangan dan meraih tangannya.

Tapak tangannya digenggam kedua tangan Lira dan diarahkan ke bibirnya.

Dalam keadaan terbuka, Lira menciumi perlahan-lahan permukaan telapak tangan kanannya.

Bang Ali benar-benar tegang bercampur kaget Ia tahu itu sudah lebih dari sekedar pertanda Lira menginginkan sesuatu, lebih dari sekedar sentuhan tanpa sengaja.

Lira pun bukan tanpa maksud seperti itu Ia sadar antara dirinya dan Bang Ali baru benar-benar kenal beberapa bulan belakangan.

Tapi, akal sehatnya tak kuasa menahan keinginannya untuk disentuh lebih dalam oleh Bang Ali.

Bang Ali benar-benar bimbang Ia tahu, Lira sudah membuka gerbang dan kini dialah yang harus memainkan bola.

Semua ada di tangannya Di antara bimbang untuk meneruskan, yang artinya ia dan Lira sudah melanggar komitmen pada pasangan masing-masing, atau menghentikan, yang artinya ia bisa kehilangan kesempatan merasakan sesuatu yang selama ini sering membuat badannya bergetar dan hanya ia lampiaskan pada Lina, tangannya seperti bergerak sendiri membelai pipi kiri Lira.

Jantung Bang Ali berdegup kencang, bukan lagi takut Lira akan menolak, tapi sadar ia telah membuat sebuah pilihan penuh resiko tapi pasti sangat menyenangkan.

Lira tersenyum Merasakan belaian lembut jemari Bang Ali di pipinya.

Bang Ali pun bergerak menyisir leher dan tengkuk Lira Sampai di punggung, tangan kirinya ikut merangkul Lira dan seketika keduanya sudah berpelukan.

Lira membenamkan seluruh tubuhnya ke Bang Ali Pelukannya bahkan lebih kuat dari Bang Ali dan pantatnya ia geser mendekat.

Keduanya masih duduk di lantai beralaskan sebuah karpet tebal berwarna merah Bang Ali mengangkat wajah Lira perlahan.

Ia bisa melihat Lira tersenyum bahagia merasakan kehangatan tersebut.

Bang Ali sadar, ia melakukannya bukan untuk mengejar perasaan Lira, tapi lebih pada nafsu.

Nalurinya sebagai laki-laki berkata bahwa ini adalah kesempatan merasakan nikmatnya tubuh seksi Lira yang selama ini sudah ia kagumi.

Dalam hati ia terus membatin untuk tidak tanggung-tanggung dan ragu.

Ia bertekad menunjukkan pada Lira bahwa ia memang laki-laki sejati.

Sambil mulai menjilati daun telinga Lira, Bang Ali berusaha membisikkan kata-kata rayuan ke telinga Lira.

Glek! Mulutnya justru seperti terkunci Semuanya sangat sulit untuk dikatakan.

Balasan Lira hanya sebuah erangan manja berikut usapan halus disekujur punggung Bang Ali.

Tanpa ragu ia mendekatkan bibirnya yang merekah menyentuh bibir Bang Ali.

Halus, lembut dan perlahan penuh perasaan, keduanya saling mengulum bibir lawannya.

Berpagutan dan saling bertukar lidah membuat suasana semakin hangat.

“Ndi…,” Lira berusaha mengontrol dirinya. Ia ingin terus merasakan belaian laki-laki yang dikaguminya itu.

Bang Ali tersenyum dan menganggukkan kepalanya Ia paham ini adalah titik kebimbangan Lira.

Memaksa Lira menyelesaikan apa yang ingin dikatakannya sama saja berpeluang menghentikan semuanya. Ia terus mencium Lira penuh kehangatan.

Tangannya mulai menggerayangi sisi kiri tubuh Lira dan berbalik ke atas menuju sebuah bongkah daging keinginan setiap laki-laki.

Ia mulai dengan meraba permukaannya halus dan meremasnya pelan.

Persis seperti yang ia lakukan pada Wita, sahabatnya, beberapa tahun silam.

Perbuatan berdasarkan naluri yang membuat ia dan Wita hampir mengakhiri persahabatan erat yang mereka bangun sejak masuk kuliah, runtuh hanya bersisa nafsu.

Bang Ali seperti merasakan kembali sensasi itu Sensasi bercumbu dengan perempuan yang rela menyerahkan tubuhnya secara total pada dirinya.

Sesuatu yang justru tidak ia rasakan saat melakukannya pertama kali dengan Lina.

Status berpacaran membuat mereka mudah melakukan apapun seperti ciuman, pelukan, bahkan rabaan.

Andai dulu ia mengabaikan pertanyaan Wita apakah mereka benar melakukan hal tersebut, ia dan Wita saat ini pasti sudah tak ubahnya dua insan yang saling mengejar nafsu.

Tidak ada lagi keindahan persahabatan dan keagungan sebuah kedekatan yang tidak dilandasi nafsu, murni sebuah kasih sayang dua manusia yang saling membutuhkan.

Tapi dulu tindakannya tepat Karena, ia dan Wita lebih membutuhkan hubungan tanpa berlandaskan nafsu birahi.

Walaupun akhirnya ia dan Wita menghentikan semuanya sebelum keduanya bersatu dalam sebuah persetubuhan, perlu waktu berbulan-bulan untuk membangun kembali landasan yang telah mereka hancurkan sendiri.

Kini, terhadap Lira, semuanya berbeda Tidak ada halangan untuk melakukannya saat ini.

Benar atau salah, itu soal nanti, karena saat ini nafsulah yang melandasi hubungan dirinya dengan Lira.

Lira bukan teman dekatnya. Sejak awal ia tertarik pada Lira karena tubuh Lira yang menggoda iman.

Kalau kemudian ia menjadi dekat dengan Lira karena sesuatu hal, itu tak ubahnya alat untuk masuk ke dalam perasaan Lira.

Remasannya ke dada Lira semakin kuat Tanpa ragu, ia menyisipkan jarinya dari sisi atas untuk merasakan langsung lembutnya bongkahan indah itu.

Lira mengerang dan berusaha mendekap Bang Ali lebih kuat.

Tangan Bang Ali meremasnya makin kuat dan semakin ia merasakan betapa kencangnya dada Lira.

Kencang, halus dan terawat Ia pun kagum kepada Lira yang menyadari bahwa bagian tubuhnya yang sedang remas Bang Ali adalah daya tarik utama dirinya, terbukti dari hasil perawatan yang dilakukannya itu.

Sembari tangan kanannya meremas dada Lira, dan lidahnya menjilati leher Lira.

Tangan kirinya membuka pengait bra di belakang.

Sekali terbuka, kedua tangannya menyusup dari bawah dan mengangkat pakaian Lira melewati leher.

Dan sekejab ia langsung bisa melihat bukit besar menantang itu langsung di depan matanya.

Sejenak ia kembali mengagumi keindahan yang terpampang di depan matanya itu.

Dua bongkah daging yang sejak setahun lalu membuat dirinya kerap tak bisa tidur.

Tak berlama-lama puting susu Lira sudah menjadi sasaran mulutnya.

Kuluman bibir, gigitan kecil plus sapuan lidah membuat Lira terlonjak tak bisa menahan diri.

Badannya menegang setiap Bang Ali menghisap putingnya.

Ingin rasanya Bang Ali mengecup kuat area di kulit yang menutupi tonjolan dada Lira, tapi ia sadar hal tersebut akan mempersulit posisi Lira.
Apalagi Lira memohon dengan suara lirih.

“Jangan ada…bekasnya…Ndi….”

Dua bukit besar itu seperti mainan baru bagi Bang Ali Ia juga sering merasakannya dari Lina, tapi yang disodorkan Lira dua kali lebih nikmat.

Lina juga keras dan kencang, tapi tidak sebesar Lira.

Besar tapi masih proporsional Ia bisa merasakan puting Lira menyentuh telinganya saat ia berusaha membenamkan kepalanya ke sela-sela di antara dua bukit tersebut.

Erangan pelan mulai terdengar keras keluar dari mulut Lira Nafas Lira mulai memburu dan matanya terpejam.

Mulutnya sedikit terbuka dan setiap isapan Bang Ali di putingnya mengeras, kepalanya terlonjak ke belakang.

Tangannya hanya bisa menekan kuat punggung Bang Ali.

Kendali dirinya benar-benar sudah hilang tertutup kenikmatan isapan dan sapuan lidah Bang Ali di kedua payudaranya.

Bahkan angin dingin khas kota Bandung yang kencang dari luar sudah tak terasa lagi di kulitnya.

Tak hanya Lira yang terlena, Bang Ali pun semakin bernafsu menggarap buah dada Lira yang menggairahkan itu.

Sensasinya seperti mendapatkan sebuah mainan baru.

Ia menjelahi setiap titik buah dada Lira tanpa terlewatkan Ia ingin tahu reaksi apa yang diberikan Lira setiap ia menjelajah setiap permukaan buah dada itu.

Keduanya sedikit tersentak ketika pintu kamar Lira tertutup sendiri tertiup angin kencang dari luar.

Bang Ali terdiam dan memandangi Lira sesaat.

“Geblek, lupa ditutup….”

Bang Ali langsung bangkit dan memeriksa keadaan di luar dari jendela, apakah ada mata-mata tersembunyi yang menyaksikan perbuatan mereka.

“Kunci Ndi…, sekalian korden…”

Sebut Lira dengan suara parau dan lemah.

Baca Juga : Ternyata Memek Merry Lebih Sempit Di Bandingkan Liana

Lira langsung menggamit lengan Bang Ali dan memeluk laki-laki itu dan menempelkan keningnya ke dada bidang penuh bulu itu.

semok 3

Menunduk, ia bisa melihat puting buah dadanya menempel di atas perut Bang Ali.

“Ndi…, tolong…,”

Ia melepaskan tangan Bang Ali yang mengusap-usap halus punggungnya.

Tangan kanannya membimbing tangan Bang Ali ke arah selangkangannya.

Ia merasakan sendiri sedikit demi sedikit kewanitaannya mulai basah mengalirkan cairan hangat. Ia tahu persis telah dihinggapi nafsu.

Sejenak Lira was-was Ia takut Bang Ali melakukannya tindakan bodoh seperti laki-laki lain yang tidak peduli fase-fase seksualitas wanita.

Ia ingin dilayani juga sebagai makhluk yang juga memiliki nafsu.

Selama ini, yang ia alami hanya melayani keinginan laki-laki tanpa ada balasan dari laki-laki itu.

Tapi kekhawatirannya segera lenyap saat Bang Ali menyambut bimbingan tangannya dan mulai aktif menggerayangi daerah kewanitaannya.
Dimulai dengan usapan lembut di atas daerah vag†nanya yang masih tertutup dua lapisan, celana dan celana dalam.

Dilanjutkan gosokan sedikit keras yang menekan alat genitalnya.

Sekali lagi, saat Bang Ali menyentuh paha bagian dalamnya, darahnya berdesir kencang, nafsunya semakin melonjak.

Aliran darah seketika seperti mengalir deras di tengah-tengah selangkangannya.

Bang Ali pun tak mau berlama-lama menunggu.

Sekali tarik, ia meloloskan celana pendek dan celana dalam yang membuat Lira makin tak berdaya telanjang bulat.

Tangan Bang Ali mulai mengusap-usap klitoris dan bagian luar vag†nanya.

Rasanya seperti melayang setiap sapuan jemari Bang Ali mengenai alat kelaminnya itu. D

ipadu permainan lidah di putingnya, Lira semakin lemah tak berdaya.

Lututnya terasa lemas yang membuat Bang Ali semakin mudah menjelajahi daerak kemaluannya karena menjadi terbuka.

Tak tahan melakukannya sambil berdiri, Lira memundurkan tubuhnya dan menjatuhkan badannya ke ranjang.

Lututnya ditekuk dan kedua pahanya ia buka lebar-lebar.

Bang Ali melepas sendiri kaus yang dikenakannya dan tak menyia-nyiakan pemandangan indah bibir-bibir vagina berwarna coklat muda yang terpampang di depannya.

Bulu-bulu kemaluan Lira sangat terawat karena terlihat dari cukuran yang rapi.

Bulu-bulu itu hanya tersisa di atas klitoris dan panjangnya tidak ada yang melebihi satu milimeter.

Sambil memeluk pinggang Lira dengan tangan kiri, ia mulai memainkan jari kanannya di seluruh permukaan kewanitaan Lira.

Pengalaman dengan Lina mengajarkannya untuk tidak langsung memasukkan jari ke dalam vag†na. Ia lebih mementingkan usapan di klitoris.
Dengan ibu jari dan jari tengah, ia membuka kulit penutup klitoris.

Jari telunjuknya mulai meraba-raba permukaan klitoris yang menyembul berwarna merah muda.

Lonjakan pantat Lira terasa kuat setiap ia mengusap klitoris itu dibarengi erangan keras dari mulut Lira.

Lira meremas-remas sendiri buah dadanya Ia menahan kenikmatan luar biasa yang dirasakannya.

Puas jemarinya memainkan klitoris Lira, lidahnya mulai bergabung.

Setiap jilatan sanggup membuat Lira menjerit Kedua pahanya berusaha menjepit kepala Bang Ali yang membuat Bang Ali semakin ganas memainkan lidahnya.

Sesekali permainan itu ia gabung dengan isapan keras klitoris Lira.

Tak usah ditanya reaksi Lira karena perempuan muda itu semakin berisik mengeluarkan erangan dari mulutnya.

Rasanya memang gila permainan mereka, karena jika erangan Lira terdengar sampai keluar, entah apa yang akan terjadi.

Bang Ali sudah mengarahkan lidahnya turun menuju vagina Lira ketika Lira menahan tubuh Bang Ali dan bangkit meraih kancing celana Bang Ali dan melepasnya.

Bersama celana dalam satu sorongan ke bawah langsung menjulurkan batang kemaluan Bang Ali yang sudah mengacung sejak tadi.

Lira tahu, apa yang mereka lakukan adalah perbuatan bersama dan kini gilirannya membelai, mencium, menjilat, dan meremas milik Bang Ali.
Tak canggung ia menggenggam penis Bang Ali yang mengacung keras.

Kedua tangannya mengenggam bersama, terasa besar dan penuh pen†s itu memenuhinya.

Satu kocokan, kini giliran Bang Ali yang terpaksa memejamkan mata merasakan nikmatnya genggaman tangan halus nan hangat itu.

Dari bawah, Lira melirik ke atas dan tersenyum kepada Bang Ali yang berlutut di kasur.

Ia paham arti senyum balasan Bang Ali.

Tanpa berlama-lama lagi, ia lumat batang tersebut di dalam mulutnya.

Sedikit gigitan, ia jilat seluruh permukaannya yang mengkilat itu.

Urat-urat di sekujur penis Bang Ali semakin membuat nafsunya memuncak.

Ingin rasanya segera merasakannya merayap di dinding vaginanya.

Bang Ali terengah merasakan isapan dan kulumannya.

Masih ada sedikit rasa dongkol pada Lina, kenapa temannya itu yang bisa mendapatkan laki-laki yang mampu menggetarkan hati setiap wanita itu.

Di tengah usahanya memasukkan seluruh batang kemaluan Bang Ali kemulutnya, Lira hampir tersedak karena ujung kemaluan Bang Ali menyentuh pangkal rongga mulutnya sementara di luar masih tersisa.

Ia semakin bernafsu mengulum pen†s ini.

Pelan tapi pasti ia keluar masukkan penis itu di mulutnya.

Lidahnya ia sentuhkan ke ujung pen†s yang kokoh itu.

Ia paham laki-laki amat senang diperlakukan seperti itu.

Terlihat dari paha Bang Ali yang semakin terbuka membuat pen†snya makin mengacung kencang.

Seketika ia melihat pen†s Bang Ali, Lira langsung merasakan rangsangan semakin besar dalam dirinya.

Tanpa ragu ia berusaha memberikan pelayanan sempurna pada Bang Ali, laki-laki yang sanggup membuatnya panas dingin meski hanya beradu pandang.

Ia ingin Bang Ali merasakan kenikmatan terdalam pelayanan perempuan.

Lira memang tidak salah karena Bang Ali pun mulai merasakan apa yang diharapkannya.

Baru kali ini Bang Ali merasakan perlakuan total perempuan selain Lina terhadap dirinya.

Apalagi saat Lira mulai menjilati dan mengulum kantung buah zakarnya.

Semuanya terasa berbeda, benar-benar sensasi yang memabukkan.

Selain merasakan nikmatnya kuluman dan isapan Lira, pemandangan indah sekaligus ia dapatkan.

Posisi Lira yang merangkak setengah menunduk membuat bongkahan pantatnya menjulang ke atas.

Pasti nikmat membenamkan pen†snya ke kemaluan Lira sekaligus menggenggam dan mengusap pantat yang padat dan berisi itu.

Lira merasa belum cukup ketika Bang Ali menarik lengannya.

Tapi, ia mengikuti saja keinginan pujaan barunya itu dan menyambut kecupan hangat Bang Ali di bibirnya.

Ia merebahkan tubuhnya sembari menarik Bang Ali. Lira sudah tahu kelakuan laki-laki.

Jika sudah menarik dan merebahkan tubuh perempuan berarti laki-laki itu sudah ingin melakukan penetrasi.

Namun, dugaannya meleset Bang Ali justru merebahkan badannya di sisi Lira.

Berbaring miring, Bang Ali mengisap lagi buah dadanya.

Lira semakin kagum akan laki-laki yang satu ini, benar-benar penuh kendali diri.

Ia semakin kaget ketika jemari Bang Ali mulai bermain lagi di sekitar kemaluannya.

Kali ini usapannya sedikit keras dan cepat menggosok klitorisnya.

Lira menggelinjang menerima perlakuan Bang Ali. Benar-benar laki-laki penuh misteri, pikirnya.

Laki-laki sempurna, pikir Lira menyadari betapa beruntungnya ia berhasil mendapatkan Bang Ali seperti sekarang.

Bisa mendapatkan lagi sesuatu yang dulu hilang direnggut kejamnya Dani terhadap dirinya.

Kalau saja ia tahu Dani hanya mempermainkannya saat itu, tidak akan ia mau menyerahkan semua kehormatannya kepada laki-laki brengsek pengecut itu.

Rasanya muak hatinya mendengar semua orang membicarakan perkawinan Dani saat ia baru dua bulan memadu kasih dengan laki-laki keparat itu.

Untung Boy hadir sebagai penyelamat. Ia sayang pada laki-laki ini, tapi kadang perasaannya tak tega melihat kebaikkan hati Boy.

Tapi kali ini ia ingin total merasakan kehangatan Bang Ali Kekagumannya membuat ia semakin senang akan apa yang dilakukan Bang Ali padanya saat ini.

Menikmati usapan jemari Bang Ali yang cepat itu membuatnya ia sanggup melupakan semua pikirannya pada dua laki-laki yang telah sempat mengisi relung hatinya.

Di tengah lonjakan-lonjakan kecil menikmati permainan Bang Ali, tiba-tiba ia merasakan sekujur tubuhnya sebuah rambatan energi tiada tara yang membuat sejenak dirinya seperti melayang.

Suara-suara di sekitarnya seketika seperti lenyap, hanya terasa desiran tiada tara yang membuat tubuh sempat terbujur kaku sejenak dan berikutnya terlonjak-lonjak demikian kuat yang semakin lama semakin melemah frekuensi dan intensitasnya.

Matanya terpejam, ia baru saja merasakan sensasi terbesar yang belum pernah sekalipun ia rasakan dengan laki-laki lain.

Liang vag†nanya pun terasa berdenyut lebih kuat dan saat semuanya belum mereda, Bang Ali sudah menindih tubuhnya.

Ia bisa merasakan bobot tubuh Bang Ali terutama di bagian bawah pinggangnya.

Tangan Bang Ali sudah tegak di sisi buah dada Lira kekar menopang badannya sendiri.

Ia bisa merasakan bagian tubuh bawah Bang Ali bergerak-gerak berusaha mengarahkan acungan pen†snya.

Lira pun langsung meraih pen†s nan kokoh itu dan membimbingnya ke ujung vag†nanya.

Bang Ali tersenyum dan Lira membalasnya dengan senyuman manis diiringi anggukan penuh kepasrahan tanpa paksaan.

Terasa Bang Ali mendorong kuat pantatnya dan Lira juga bisa merasakan rengsekan batang kemaluan Bang Ali di dinding vag†nanya.

Sungguh halus dan penuh perasaan Bang Ali memasukkan pen†snya ke vag†na Lira.

Perlahan cairan di dalam vag†na melumasi permukaan pen†s Bang Ali.

Tak ada rasa sakit sama sekali meski pen†s tersebut lebih besar ketimbang milik Dani dan Boy.

Itu karena Bang Ali melakukannya tanpa terburu-buru dan tanpa memaksa.

Mulai terasa perih ia menarik kembali pen†snya sedikit dan membenamkannya lagi sampai akhir seluruh pen†snya dilumat vag†na Lira.

Sodokan pertama pen†s tersebut masuk seluruhnya sanggup menyentuh bagian dalam vag†na Lira yang belum pernah tersentuh sebelumnya.

Lira pun merasakan sekali lagi kenikmatan luar biasa itu.

Apalagi, Bang Ali tidak langsung memompa pantatnya cepat-cepat dan keras.

Pertama masuk penuh, ia menahannya dan memandangi wajah Lira dan kali ini ditambah sebuah kecupan mesra.

Lira seperti diawang-awang diperlakukan seperti itu. Ia merasa dirinya demikian berharga di hadapan Bang Ali.

Bang Ali sendiri merasa telah memenangi sebuah peperangan pen†snya yang sudah bersarang di vag†na Lira adalah sebuah tanda babak baru hubungannya dengan Lira yang tidak akan mudah dikembalikan seperti sedia kala.

Bersatunya kedua tubuh mereka adalah sebuah ikatan emosi yang hanya bisa dirasakan oleh Bang Ali dan Lira, tak seorangpun bisa merasakan itu.

Setelah itu, mulailah Bang Ali menggerakkan pantatnya mengangkat dan menekan yang membuat pen†snya keluar masuk bergesekan dengan liang vag†na Lira. Hangat dan lembut bisa Bang Ali rasakan lewat sekujur pen†snya dari dalam vag†na Lira.

Lira menyambut setiap gerakan Bang Ali dengan jepitan dan gerakan kecil pantatnya.

Dari mulutnya keluar erangan yang semakin lama semakin keras dan cepat berirama.

Melihat Lira terpejam dan mengerang dengan mulut yang sedikit terbuka sambil mendongakkan kepala membuat Bang Ali makin bernafsu.

Lira semakin seksi dalam kondisi seperti itu. Lehernya yang putih dan guncangan kuat pada buah dadanya membuat Bang Ali semakin ingin membenamkan pen†snya dalam-dalam di vag†na Lira.

Apalagi setiap ujung pen†snya menyentuh pangkal vag†na Lira.

Rasanya sungguh tiada tara. Derit ranjang mulai terdengar seiring semakin kuatnya sodokan Bang Ali.

Tapi mereka sudah tidak peduli Lira bukan tidak menyadari seseorang pasti ada yang mendengar deritan tersebut di bawah.

Apalagi kalau teman kost yang menempati kamar di bawahnya sedang berada di kamar.

Tapi ia yakin semua temannya akan maklum.

Semakin kuat dan cepat sodokan Bang Ali membuat Lira merasakan lagi desakan rasa luar biasa yang akan tiba.

Ia hanya bisa mencengkram punggung Bang Ali keras-keras ketika desiran itu semakin kuat dan mencapai puncak.

Kepalanya benar-benar mendongak ke atas hingga kedua bola matanya hanya terlihat tinggal putihnya.

Setelah sampai, sekali lagi ia merasakan tubuhnya ringan dan aliran darah mengalir deras ke arah vag†nanya.

Dinding vag†nanya berdenyut kuat hingga Bang Ali juga bisa merasakannya.

Bang Ali langsung menghentikan gerakannya membiarkan pen†snya merasakan cengkraman kuat yang terjadi hanya beberapa detik itu.

Tindakan Bang Ali juga membuat Lira merasakan kenikmatan luar biasa.

Kali ini terasa lebih nikmat karena denyutan vag†nanya tertahan pen†s Bang Ali yang sedang membenami kemaluannya itu.

Semakin banyak saja kekaguman Lira pada Bang Ali.

Tahu kapan ia akan merasakan puncak kenikmatan dan menghentikan sodokan membuat Lira bisa merasakan sepenuhnya kenikmatan tersebut.

Sebuah teknik bercinta yang baru kali ini Lira rasakan.

“Bang Ali…,nikmat sekali…,”

Lira memeluk Bang Ali kuat-kuat dan menciumi pipi dan pundak laki-laki itu.

Sekali lagi Bang Ali tersenyum membalas Lira.

“Enak?”

“Banget!” Jawab Lira singkat dan tegas.

“Gaya lain…?”

Lira langsung mengangguk dan menunggu aba-aba Bang Ali gaya apa yang diinginkan Bang Ali.

Bang Ali membalik badan Lira dan mengangkat badan bagian bawah Lira dengan memeluk pinggang dari belakang.

Lira langsung berdebar-debar begitu tahu Bang Ali ingin melakukan gaya doggy.

Missionari saja sudah sanggup mencapai pangkal vag†nanya, apalagi doggy.

Tak menunggu lama Bang Ali langsung memasukkan pen†snya.

Lira menunduk sambil menggigit bibirnya merasakan seluruh pen†s Bang Ali terbenam makin dalam di vag†nanya.

Pantatnya terangkat tinggi yang membuat Bang Ali semakin tak bisa mengendalikan birahinya.

Kali ini Bang Ali langsung mendorong dengan cepat dan Lira mengikuti irama dengan mendorong pantatnya ke belakang.

Keduanya sama-sama merasakan kenikmatan yang lebih dalam.

Masuk hitungan belasan menit menyodok vag†na Lira, belum ada tanda-tanda dorongan Bang Ali melemah.

Sebaliknya justru makin kuat, membuat Lira makin bernafsu.

Tetesan peluh mulai membasahi keduanya, namun baik Lira dan Bang Ali justru makin bersemangat.

Lira, yang bisa dua kali beruntun merasakan kenikmatan puncak saat disodok Bang Ali dari belakang justru semakin ingin merenguk terus kenikmatan itu.

Pantat dan pinggangnya makin bergerak liar membuat Bang Ali tak mampu menahan lenguhannya.

Tiba-tiba ganti Lira yang berinisiatif Ia lepaskan pen†s Bang Ali dari vag†nanya dan mendorong Bang Ali sampai terlentang.

Ia langsung memanjat tubuh Bang Ali dan duduk di atas acungan pen†s Bang Ali yang masih kokoh berdiri.

Melihat Lira bergerak naik turun, Bang Ali tak kuasa untuk tidak meremas buah dada Lira yang terguncang-guncang.

Telapaknya yang besar berusaha meraup seluruh permukaan buah dada itu, tapi tidak pernah berhasil.

Remasannya makin kuat membuat Lira makin mempercepat gerakannya.

Sekali lagi Lira harus mengaku kalah Karena meski ia telah mencoba berbagai goyangan yang dipadu dengan gerakan naik turunnya, justru ia yang kembali merasakan desakan kenikmatan dari liang vag†nanya.

Baca Juga : Karena Hutang Aku Menikmati Tubuh Istri Temenku

Lira langsung ambruk menindih Bang Ali yang sudah siap menerimanya dengan pelukan mesra dan kecupan hangat di ubun-ubunnya.

“Kamu kuat banget Ndi…”

“Kamu di bawah lagi ya…?”

Lira mengangguk lemah dan menggulingkan badannya ke sisi kanan Bang Ali.

Sebelum Bang Ali memasukkan lagi pen†snya ke vag†na Lira, Lira memberikan sesuatu yang belum pernah ia lakukan pada laki-laki manapun yaitu memasukkan pen†s tersebut ke mulutnya.

Sebelumnya ia tidak mau mengulum pen†s yang sudah masuk ke vag†nanya Tapi, untuk Bang Ali, yang telah memberikannya kenikmatan tiada tara, ia lakukan itu.

Puas mengulum dan menjilati pen†s yang dipenuhi lendir sisa persetubuhan mereka, Lira kembali merebahkan dirinya dan menyuruh Bang Ali memulai lagi aksinya.

Bang Ali langsung bergerak dan dorongan seperti saat pertama mereka memulainya yaitu perlahan dan terus semakin lama semakin kuat dan cepat.

Lira sudah pasrah kalau ia harus sekali lagi merasakan orgasme, tapi baru ia berpikirbegitu, tiba-tiba sodokan Bang Ali terasa lebih keras dari sebelumnya.

Sesaat kemudian Bang Ali mengerang panjang dan menyodokkan pen†snya sangat kuat beberapa kali.

Lira pun bisa merasakan hangatnya muncratan sperma Bang Ali di dalam vag†nanya.

Bang Ali masih terus menyodok terputus-putus dan semakin melemah.

Sperma Bang Ali juga Lira rasakan mengalir keluar setiap Bang Ali menyodokkan lagi pen†snya.

Setelah benar-benar selesai, Bang Ali pun ambruk menindih Lira.

Bang Ali terdiam sesaat di atas buah dada idamannya itu merasakan betapa nikmat persetubuhannya dengan Lira.

Lira mengusap lembut kepala Bang Ali penuh kehangatan.

“Puas Ndi…?”

Bang Ali hanya mengangguk Badannya terasa lemas Lira tersenyum bahagia mendapatkan jawaban Bang Ali.

Paling tidak, tekadnya membuat Bang Ali merasakan kenikmatan tertinggi berhasil ia lakukannya.

“Lir, nikmatnya benar-benar ngga ada yang nyamain…”

“Kamu juga hebat Ndi. Baru kali ini aku ngerasain orgasme….”

Keduanya pun duduk berdampingan di sisi ranjang Lira merebahkan kepalanya di pundak Bang Ali.

Sambil membakar rokok, Bang Ali merangkul Lira.

Keduanya hanya bisa terdiam dan sama-sama tidak percaya apa yang baru saja terjadi di antara mereka.

Lira masih tidak percaya ia telah melakukan hubungan seks dengan Bang Ali, pacar Lina, teman satu angkatannya.

Meski ia memang sudah kagum pada Bang Ali sejak pertama berkenalan, tapi akhirnya sampai berhubungan intim dengan Bang Ali, adalah sesuatu yang tidak terbayangkan sebelumnya.

Bang Ali, walaupun ia juga tertarik pada Lira diawali oleh ketertarikan fisik, tetap saja apa yang baru saja ia alami benar-benar di luar dugaannya.
Apalagi Lira seperti menyambut keinginan terpendam Bang Ali itu yang sebetulnya ia simpan dalam-dalam.

Ia kenal Boy dan tahu bagaimana Boy selalu menerima sarannya dalam hal aktifitas di kampus.

Ia juga tahu Boy sangat menghormatinya terutama sebagai senior meski beda fakultas.

Dalam diamnya, Lira tidak bisa membayangkan bagaimana marahnya Lina yang terkenal emosional di kampus.

Serupa dengan Lira, Bang Ali juga sulit membayangkan apa yang akan terjadi pada Boy jika ia tahu apa yang dilakukannya dengan Lira.

Boy memang pendiam dan tenang, tapi Bang Ali tahu Boy adalah orang yang keras.

Bang Ali mengeratkan rangkulannya pada Lira Lira pun membalasnya diikuti kecupan di bibir.

Tapi Bang Ali tak membalasnya yang membuat Lira bingung.

“Kenapa…?”

Bang Ali menggeleng sambil tersenyum dan mengecup kening Lira dan mendekap Lira lebih dalam.

“Yuk ke kampus…,” ajak Bang Ali sambil melepas pelukannya.

Lira mengangguk sambil tersenyum. Berpakaian, kedua lantas keluar kamar bersikap biasa.

Bang Ali lebih dulu menuju motornya di lantai bawah.

“Bareng aja…,” sahut Bang Ali.

“Oke!”

Waktu saat itu menunjukkan pukul 4.15 sore.

Keduanya tak sadar telah dua jam bercumbu dan berhubungan intim.

Kalau sesuai janji, Bang Ali sebetulnya sudah terlambat.

Dan memang benar, saat tiba di kampus FH, anak-anak yang rapat sudah duduk-duduk di koridor kampus.

“Bareng Lira?” Tanya Lina tanpa curiga.

“Iya, tadi ketemu di jalan, ya sekalian aja.”

“Tunggu bentar ya, 10 menit lagi.”

“Oke, aku tunggu di sini ya.”

Di tempatnya duduk, Bang Ali melihat Lira berdiri di samping Boy.

Boy masih sibuk membahas beberapa masalah dengan teman-temannya.

Lira pun melirik ke arah Bang Ali dan memberikan sebuah senyum yang manis.

Keduanya memang harus kembali bersikap normal, tapi di hati kecil mereka, baik Bang Ali dan Lira sama-sama berharap kejadian yang mereka alami terulang lagi? Terima kasih sudah membaca cerita seks dewasa di web kami.